Elanto Hadang Moge yang melanggar Aturan Lalulintas

01:25
Elanto Hadang Moge, Polisi: Bayangkan Kalau Tidak Dikawal?
Jelang perayaan Kemerdekaan RI, yang jatuh pada Senin, 17 Agustus 2015, seorang warga Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Elanto Wijoyono (32), membuat heboh dunia maya dengan aksi nekatnya menghadang konvoi motor gede (moge). Konvoi moge itu diketahui hendak menghadiri acara Jogja Bike Rendezvous di kota tersebut.
Sabtu, 15 Agustus 2015, di Perempatan Condong Catur, Sleman, DIY, kekesalan Joyo --sapaan akrab Elanto-- mencapai puncaknya ketika aturan lampu merah tidak ditegakkan dengan baik karena kepentingan pihak tertentu. Alasan Joyo sederhana, ketika sistem sudah tidak berjalan, sebagai warga harus saling mengingatkan. 

Dilansir VIVA.co.id, Minggu, 16 Agustus 2015 dari situs jaringan berita sosial, Rappler, curahan hati Joyo ditulis secara lengkap oleh Famega Syavira Putri. Berikut penggalan kutipan pernyataan Joyo mengapa aksi tersebut dilakukan. 

"Target saya sederhana, kalau lampu merah mereka harus berhenti. Setelah beberapa kali lampu merah, polisi lalu lintas mau menuruti dan mengatur sesuai lampu.

Pesan sederhananya adalah, ini memang nampak sepele, cuma soal lampu merah dan soal pengawalan. Tapi kita bicara soal prinsip hukum, ada aturan, tapi sudah tidak ditegakkan. Apalagi pelakunya termasuk aparat kepolisian, walaupun mereka bisa berlindung di balik pasal karet. Saya sendiri berpikir ini tak pantas, seharusnya warga tak perlu sejauh ini ketika aparat bisa berfungsi."

Semua yang terjadi di ruang kota dan wilayah saling terkait, termasuk semua yang terjadi di ruang publik dan di jalan raya. Konvoi ini pun sebenarnya berhak memakai jalan, karena semua orang berhak membuat kegiatan. Tapi tentu saja aktivitas itu tidak boleh menganggu orang lain.

Di situlah perizinan, pengawasan dan sanksi seharusnya berperan dalam tata kelola pemerintahan wilayah. Tapi yang kita lihat khususnya di Jogja, yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan prinsip yang ada di aturan dan hukum.

Konvoi ini masih akan ada sampai Senin, tapi saya tak merasa perlu melakukan pencegatan lagi. Saya ingin melihat apakah aparat berfungsi. Kalau tidak, keterlaluan sekali jika aparat baru melakukan fungsinya setelah ada tekanan warga.

Siapa yang harus mengawal itu semua? Dalam dunia yang ideal, harapan ada di wakil rakyat. Tapi kita tahu, kita tak bisa mengandalkan mereka. Justru mereka jadi bagian dari masalah itu sendiri. Maka solusinya adalah gerakan warga.

Saya yakin sebenarnya warga sudah pernah bertindak di lokasi lain. Memang tidak semua orang punya kesempatan untuk bisa bertindak ketika melihat sesuatu yang salah. Bukan soal berani tak berani, tapi mungkin tak semua orang bisa atau punya kesempatan bertindak.

Warga sebagai sesama masyarakat harus bisa saling mengingatkan. Tidak ada orang yang bisa 100 persen benar. Ukuran selalu relatif sehingga komunikasi antar masyarakat selalu diperlukan.

Dalam jangka panjang, saya sebagai warga Jogja ingin ikut membangun modal sosial Jogja, membantu menyambung antar inisiatif. Siapapun bisa melakukan itu, siapapun bisa melanjutkan. Tentu saja itu harus rutin dan harus bergulir terus, entah sampai kapan, mungkin selamanya

Markas Besar Kepolisian memberikan konfirmasinya tentang peristiwa pesepeda yang menghadang konvoi motor gede di Yogyakarta. Kepolisian menganggap pengawalan terhadap konvoi Harley Davidson saat itu telah memenuhi prosedur dan ketentuan yang berlaku.

"Mengenai voorijder itu, panitia sudah menghubungi kami. Mereka sudah mengantongi izin dan meminta pengawalan," kata Kabid Humas Polda Yogyakarta Ajun Komisaris Besar Any Pudjiastuti seperti ditulis Akun Facebook resmi Divisi Humas Mabes Polri, Minggu 16 Agustus 2015.

Akun Facebook tersebut justru menyerang balik Elanto Wijiyosono -pesepeda yang menghadang rombongan moge, yang dianggap berbahaya karena menghadang kelompok yang dikawal polisi. "Jangan ditiru ya aksi berbahaya Pak Elanto," tulis akun tersebut.

"Pengawalan ini sebenarnya bukan hanya bertujuan untuk mengamankan si pemohon pengawalan, namun juga pengendara lain di jalan raya. Bayangkan betapa bahayanya ketika sebuah iring-iringan tidak dikawal polisi? Iring-iringan tersebut bisa berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas yang juga sangat membahayakan pengguna jalan lain," tulis akun tersebut.

Kepolisian beralasan, pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan disebutkan dalam Pasal 134 huruf (g) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan.

Begitu pula saat polisi mengawal konvoi untuk menerobos lampu merah. Hal itu diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Pasal itu berbunyi kepolisian, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.

"Artinya walaupun lampu lalu lintas menyala merah, polisi dapat tetap memberikan kesempatan kepada peserta konvoi motor gede untuk tetap jalan," tulis akun Facebook tersebut.

Pstingan tersebut menuai kritik pedas dari pengguna Facebook lain. "Penjelasan Pasal 34 huruf (g) itu tidak termasuk konvoi motor Pak, Bu... Yang ada konvoi pemadam kebakaran, penanganan bencana, bom, atau huru-hara, serta konvoi pasukan. Moge masuk konvoi bencana apa ya?" komentar akun bernama Khoirul Anam.

Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar