Pada kasus demam berdarah dengue (DBD), pasien mengalami kebocoran
plasma yang mengandung air, gula, dan elektrolit dari dalam pembuluh
darah ke jaringan sekitarnya. Kebocoran ini apabila tidak diatasi mampu
menimbulkan gejala penyakit yang ringan, berat, bahkan fatal atau
kematian.
Oleh karena itu, pengobatan utama dan paling penting terhadap
kebocoran plasma ini adalah dengan segera mengganti cairan akibat
kebocoran plasma seperti yang dijelaskan oleh dokter spesialis penyakit
dalam RSCM Dr. dr. Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI, pada acara SOHO
#BetterU : Hari Demam Berdarah ASEAN, di Jakarta Selasa 10 Juni 2014
kemarin.
DBD adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk dan bersifat epidemik (dapat ditularkan antar manusia). Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis dan menjangkit luas di banyak negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Selain itu, penyakit ini juga bersifat musiman yang ditemukan biasanya pada musim hujan yang memungkinkan vektor penular (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) hidup di genangan air bersih. Berdasarkan Riskesdas 2007, adanya pergeseran penyakit DBD yang semula dikenal sebagai penyakit anak – anak, namun kini banyak ditemukan pada penderita dewasa. Prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok umur 25 – 34 tahun.
Sama halnya dengan nyamuk lain, masa inkubasi DBD dimulai dari gigitan hingga timbulnya gejala berlangsung selama dua minggu. Penderita akan mengalami masa inkubasi selama 5-9 hari setelah gigitan nyamuk. Nah, jika daya tahan tubuh penderita sangat lemah, maka penderita akan mengalami DBD.
Dr Leonard menjelaskan, umumnya DBD ditandai oleh demam tinggi mendadak, sakit kepala hebat, rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi, hilangnya nafsu makan, mual-mual dan ruam (kemerahan pada kulit). Gejala pada anak-anak dapat berupa demam ringan yang disertai ruam. Tak hanya itu. Penderita pada penderita DBD sering terjadi trombositopenia (kadar trombosit di bawah rata- rata normal) dan umumnya jumlah trombosit <100.000 per milimeter kubik.
Maka dari itu, untuk mencegah DBD, perlu dilakukan upaya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, memiliki pemahaman yang benar seputar demam berdarah dan menjaga daya tahan tubuh.
DBD adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk dan bersifat epidemik (dapat ditularkan antar manusia). Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis dan menjangkit luas di banyak negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Selain itu, penyakit ini juga bersifat musiman yang ditemukan biasanya pada musim hujan yang memungkinkan vektor penular (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) hidup di genangan air bersih. Berdasarkan Riskesdas 2007, adanya pergeseran penyakit DBD yang semula dikenal sebagai penyakit anak – anak, namun kini banyak ditemukan pada penderita dewasa. Prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok umur 25 – 34 tahun.
Sama halnya dengan nyamuk lain, masa inkubasi DBD dimulai dari gigitan hingga timbulnya gejala berlangsung selama dua minggu. Penderita akan mengalami masa inkubasi selama 5-9 hari setelah gigitan nyamuk. Nah, jika daya tahan tubuh penderita sangat lemah, maka penderita akan mengalami DBD.
Dr Leonard menjelaskan, umumnya DBD ditandai oleh demam tinggi mendadak, sakit kepala hebat, rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi, hilangnya nafsu makan, mual-mual dan ruam (kemerahan pada kulit). Gejala pada anak-anak dapat berupa demam ringan yang disertai ruam. Tak hanya itu. Penderita pada penderita DBD sering terjadi trombositopenia (kadar trombosit di bawah rata- rata normal) dan umumnya jumlah trombosit <100.000 per milimeter kubik.
Maka dari itu, untuk mencegah DBD, perlu dilakukan upaya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, memiliki pemahaman yang benar seputar demam berdarah dan menjaga daya tahan tubuh.
0 Komentar